Happy Birthday Genesis

Happy Birthday, Genesis



Setting : Somewhere in the past



Genesis bersandar pada dinding, menatap sekeliling ruangan. Tampak semua undangan menikmati pesta ini; kecuali dirinya sendiri. Padahal ini adalah pesta ulang tahunnya yang keenam belas. Semua tamu itu diundang oleh orang tuanya yang sangat memanjakannya, meskipun itu diluar kemauan Genesis sendiri. Teman-teman orang tuanya, dan teman-teman Genesis di Banora Village ini hadir, kecuali……

Sepasang mata biru Genesis melirik pada jam dinding di seberang. Pukul enam sore. Pesta ini sudah dimulai sejak tadi; sejak jam tiga siang, dan akan segera berakhir (setidaknya itulah harapan Genesis). Dia sudah capek dan beramah-tamah bukanlah hobi-nya. Dia lebih suka membaca Loveless atau menulis di buku hariannya. Hobi lain yang diam-diam disukainya adalah mengumpulkan artikel-artikel tentang si Anak Sempurna; Sephiroth dari ShinRa.

Dia sudah memotong kue ulang tahunnya sejak jam lima dengan harapan bahwa acara akan segera berakhir begitu kue ulang tahun dipotong. Tetapi ternyata para orang tua disini masih mau mengobrol dengan orang tua Genesis. Yah, ayah Genesis memang adalah Mayor di Banora Village.

Dia sudah tidak tahan lagi. Orang yang sangat diharapkannya tidak hadir disini. Dia tahu bahwa orang itu tidak mungkin; dan tidak pernah sekalipun; melewatkan kesempatan untuk menemuinya. Dia bergerak, menyelinap di antara orang-orang yang sedang bercakap-cakap sambil tertawa-tawa. Meskipun dia adalah yang berulang tahun disini, agaknya semua orang tidak terlalu memperhatikannya.

“Kakak !”

Dia terkejut dan menengok.

“Weiss.” Dia melihat adiknya menghampirinya.

“Kau mau kemana ?” Tanya sang adik. Sepasang matanya tidak lepas memandangi wajah sang kakak.

“Aku mau keluar sebentar cari angin.” Jawab Genesis.

“Aku tahu kau mau kemana.” Sang adik berkata lagi, nada suaranya tidak bisa dibilang ramah. Mereka bertiga memang tidak terlalu rukun tapi juga tidak bisa dibilang sering berantem. Genesis memiliki dua adik. Ketiga bersaudara ini bersifat mandiri dan masing-masing; tidak saling mencampuri urusan yang lain.

“Terus kenapa kalau aku memang mau kesana ?!” Bentak sang kakak.

“Ini adalah pesta ulang tahunmu dan kau hendak melarikan diri.” Sang adik angkat bahu; “Orang tua kita tercinta terlalu memanjakan Kakak. Tapi terserahlah, aku tidak mau mengganggu kesenanganmu.”

“Bagus kalau kau tahu diri !” Sang kakak membentak sekali lagi, lalu kembali membalikkan tubuh dan meneruskan langkahnya keluar.

Di halaman dilihatnya pohon apelnya. Dia sangat menyayangi pohon itu dan dia sangat menyukai apel dari pohon itu; apel terlezat di dunia. Banyak anak seusianya maupun yang lebih muda atau lebih tua berusaha mencuri apel dari pohon itu; dan sering Genesis menghabiskan waktunya mengusir anak-anak kecil yang tidak bisa menahan diri untuk tidak mencoba mencuri apelnya, tetapi hanya ada satu anak di seluruh Banora Village ini yang tidak pernah mencoba mencuri apelnya.

Yaitu Angeal Hewley.

Padahal Angeal dilahirkan di keluarga miskin, bertolak belakang dengan Genesis. Dan siapa pun tahu bahwa sewaktu kecil kadang Angeal suka mencuri apel dari rumah-rumah lainnya; kecuali rumah Genesis. Bahkan pernah Genesis menawari Angeal apel dari pohon apel di rumahnya ini, tetapi Angeal menolak.

Angeal dan Genesis sangat akrab sejak kecil. Entah apa yang membuat mereka berdua dekat, padahal mereka berdua sangat bertolak belakang. Angeal memiliki bola mata hitam dan rambut hitam, kulit coklat, dan tubuh tinggi besar. Genesis memiliki bola mata biru, rambut merah, kulit putih, dan meskipun dia laki-laki dia adalah anak yang cantik. Keduanya seumur, tapi Genesis lebih tua sekitar satu (atau beberapa) bulan.

Dan hari ini Angeal tidak datang ke pesta ulang tahun Genesis. Tentu saja si rambut merah ini bingung dan kuatir. Dia memang tidak menelepon sahabatnya kemarin karena mengira bahwa Angeal sudah hafal dengan tanggal ulang tahunnya dan akan datang sendiri. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, sudah sebulan ini dia jarang melihat Angeal. Agaknya Angeal sedang sangat sibuk. Angeal tidak lagi meneleponnya, tidak lagi datang menjemputnya ke rumah untuk mengajaknya bermain di bukit-bukit dan padang di belakang desa, dan setiap kali mereka bertemu dalam sebulan ini Angeal selalu tampak letih serta capek. Kalau Genesis meneleponnya atau mengiriminya sms pun Angeal hanya menjawab atau membalas seadanya dan terdengar letih.

Apakah Angeal sudah menemukan orang lain yang lebih berarti baginya daripada Genesis ? Kecemburuan pun menguasai Genesis.

Biasanya Angeal tidak begini. Satu hal yang sangat disukai Genesis dari Angeal selama ini adalah bahwa dia bisa percaya Angeal tidak akan pernah meninggalkannya. Angeal pernah menjanjikan itu waktu mereka berdua masih kanak-kanak; bahwa mereka berdua akan selalu bersama, bahwa Angeal akan menjaganya, dan bahwa tidak ada rahasia apa pun di antara mereka.

Bagaimana jika mendadak Angeal menemukan orang lain ?! Tidak, tidak ! Angeal adalah miliknya ! Angeal tidak mungkin bisa meninggalkannya ! Genesis sadar sekali akan pesona dirinya sendiri, dan dia meyakinkan diri bahwa Angeal tidak mungkin bisa melepaskan diri dari pesonanya ini.

Genesis tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia harus ke rumah Angeal sekarang juga dan memaksa sahabatnya menceritakan apa yang mengganggu pikiran sahabatnya itu selama sebulan ini.

Dia menatap gubuk tempat tinggal Angeal. Sahabatnya itu tidak memiliki ayah. Ayah mereka kabarnya meninggalkan Angeal dan ibunya sewaktu Angeal masih kecil karena urusan pekerjaan. Ibu Angeal; Gillian; seorang diri mengasuh putranya. Dia mengetuk pintu gubuk.

Tak lama kemudian pintu terbuka dan seorang wanita setengah baya muncul. Wanita itu adalah Gillian; ibu Angeal. Wanita itu tampak kurang sehat. “Oh, Genesis.” Gillian menyapa; “Masuklah. Ayo masuk.” Wanita itu menyilakannya masuk dengan hangat. Genesis masuk. Dia selalu suka berada disini. Gillian sangat ramah padanya dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Bahkan Genesis pernah mendengar bahwa sejak kecil Gillian selalu berpesan kepada Angeal agar Angeal menjaga Genesis dan menghormati Genesis seperti seorang kakak.

Dan meskipun sangat miskin; Gillian selalu berusaha menjamu Genesis setiap kali Genesis datang ke pondok ini. Seperti sekarang, sang nyonya tua berusaha mencari-cari di lemari dapurnya.

“Tidak usah repot-repot.” Putus Genesis; “Aku tidak lapar dan tidak haus. Oh ya, dimana Angeal ?”

Gillian berhenti mencari-cari dan terdiam sesaat. “Angeal belum pulang.” Ucapnya pelan.

“Belum pulang ?!” Ulang Genesis. Salah satu kelemahan Genesis adalah sifat emosionalnya. Anak berambut merah ini sulit mengendalikan emosi.

“Maaf, Genesis.” Gillian menatapnya; “Angeal belum pulang. Aku ingat.. hari ini hari ulang tahunmu, ya ?! Aku harus memberimu sesuatu…..” Dan si nyonya tua sesaat tampak kikuk, menatap ke sekitarnya; berusaha mencari-cari sesuatu yang layak diberikan.

“Tidak usah !” Putus Genesis dengan cepat; “Aku hanya ingin Angeal !” Gillian tampak merasa bersalah.

“Kemana Angeal sebenarnya ?” Tanya Genesis pula sambil berusaha mengabaikan rasa bersalah di wajah si nyonya tua di hadapannya ini.

“D-dia……” Gillian tampak ragu.

Genesis menunggu.

“Dia……” Sekali lagi sang nyonya ragu, bahkan tampak gundah; “Genesis, maafkan aku. Angeal memintaku agar jangan memberitahumu.”

“Apa ?!” Genesis tersentak; “Angeal memintamu jangan memberitahuku ?!”

Agaknya nada suara Genesis meninggi sebab Gillian tampak semakin merasa bersalah dan membungkuk pada si anak Mayor.

“Angeal menyembunyikan sesuatu dariku ?!” Genesis masih bicara; “Kenapa ? Kemana dia ? Katakan padaku !”

Gillian menggeleng. Di satu sisi, nyonya tua ini tidak ingin membuat Genesis marah. Dia menyukai anak itu. Tapi di sisi lain, dia telah berjanji kepada putra kandungnya sendiri untuk tidak memberitahukan ini kepada Genesis karena putra kandungnya itu merencanakan----

“Ibu, aku pulang !” Sebelum Gillian sempat berpikir lebih jauh, terdengar seruan riang, dan seorang anak laki-laki bertubuh tinggi besar melangkah masuk, lalu terkejut melihat ada tamu disini; “Genesis ?”

“Angeal !” Genesis bertolak pinggang. Kemarahan tercermin di bola mata birunya; “Darimana kau ?”

Sejenak Angeal diam, matanya menatap ibunya yang memberi isyarat dengan mengangguk.

“A-aku……” Angeal menjawab dengan aneh. Tangannya bergerak mengusap rambutnya sendiri dengan kikuk.

“Sebaiknya aku istirahat dulu.” Ucap Gillian; “Maafkan aku, Genesis.” Nyonya tua itu membungkuk sekali lagi, lalu meninggalkan ruangan ini; masuk ke kamar, memberi kesempatan kepada putranya untuk bicara berdua dengan si anak Mayor.

“Nah ?” Genesis tidak sedikit pun mengalihkan pandangan matanya dari wajah sahabatnya.

Angeal masih tampak kikuk, tapi kemudian agaknya dia berusaha menenangkan diri dan tersenyum pada sahabatnya itu lalu berkata; “Genesis, hari ini hari ulang tahunmu ! Aku--- ”

“Aku mau tahu kau habis darimana !” Putus Genesis membentak; “Jangan mengalihkan pembicaraan, Angeal !”

Angeal agak salah tingkah. “Baik, baiklah.” Dia berusaha membujuk sahabatnya; “Aku akan memberitahumu, tapi izinkan aku ganti baju dulu, lalu bagaimana kalau kita pergi ke kota sambil merayakan ulang tahun---”

“Aku mau dengar kau habis darimana, sekarang juga !!” Lagi-lagi Genesis membentaknya. Angeal merasa melihat kilatan seperti percikan api di mata biru Genesis; menandakan bahwa kesabaran si rambut merah itu sudah habis.

Angeal tahu tidak ada gunanya mengelak lagi.

“Baiklah.” Dia menunduk; “Tapi bisakah jangan disini ?” Dia memelankan suaranya dan meneruskan; “Nanti ibuku dengar apa yang ingin kusampaikan padamu.”

Genesis memutar bola mata dengan tak sabar. Dia membuka mulutnya hendak membentak sahabatnya lagi sekaligus menolak saran itu, tapi Angeal dengan cepat memohon; “Please ? Tolonglah.”

“Ya sudah !” Genesis menghela nafas kesal; “Kau mau bicara dimana ?” “Bagaimana kalau kita sambil jalan ke bukit di belakang desa ?” Angeal mengusulkan.

“Terserah !” Genesis mendahului sahabatnya keluar dengan marah. Angeal mengikuti di belakangnya.

Mereka berdua berjalan di bawah langit malam yang bertabur bintang. Sepanjang jalan agaknya Genesis terlalu kesal untuk bicara. Dia berjalan di depan dengan langkah cepat dan tidak menengok sedikit pun. Angeal mengikuti di belakangnya, menatap punggung sahabatnya.

Di padang rumput tempat mereka biasa bermain, Genesis berhenti dan membalikkan tubuh untuk menatap sahabatnya.

“Apa lagi alasanmu sekarang ?” Dia langsung mencecar; “Disini sudah cukup sepi, puas..?! Ibumu takkan bisa mendengar kita dari sini, bahkan jika kau berteriak sekalipun, dan aku sudah tidak tahan lagi dengan tingkahmu yang membuat-buat misteri untukku ! Aku benci misteri, dan aku benci menjadi orang yang tidak tahu apa-apa, dan----”

Ucapan Genesis terputus sebab Angeal sudah melangkah mendekatinya sampai posisi mereka cukup dekat bagi Angeal untuk mengulurkan tangan kanannya menutup mulut Genesis dengan telapak tangan, tentu saja secara lembut. Kemarahan langsung tampak semakin menyala di mata si rambut merah, dan nyaris dia menarik tangan Angeal lalu menonjok sahabatnya itu saking marahnya, tapi sebelum dia sempat melakukannya Angeal sudah mencium dahinya dan berbisik; “Selamat ulang tahun, Genesis.”

Ciuman itu tidak disangka-sangka dan karena diberikan dengan sangat tulus dapat memadamkan kemarahan Genesis. Selama beberapa detik dia membiarkan dirinya dipeluk oleh sahabatnya itu. Angeal memeluknya erat dan mencium dahinya sekali lagi. Kemudian akhirnya Genesis melepaskan diri dan mundur beberapa langkah.

“Jangan membodohiku.” Dia berkata, tapi sudah tidak marah lagi; “Sebenarnya apa yang terjadi, Angeal ?”

Angeal tersenyum; “Salah satu kelemahanmu adalah tidak sabaran.” Dia menggoda, lalu meneruskan dengan serius begitu melihat ekspresi sahabatnya berubah; “Oke….. A-aku… aku kerja part-time……”

“Apa ?!?”

“Aku mencari kerja sambilan di Midgar.” Lanjut Angeal dengan jengah. Mukanya memerah dan dengan kikuk dia mengalihkan pandangannya dari wajah sahabatnya; “Sudah sebulan ini. Hanya kerja kasar, kok……”

“Dan kenapa kau merahasiakan itu dariku ?” Balas Genesis.

“Se-sebab….” Muka Angeal semakin merah; “Sebab aku melakukannya untukmu..! Aku mulai kerja sekitar awal bulan ini, karena a-aku ingin mengumpulkan uang untuk me-mengajakmu makan malam di salah satu tempat mewah di Midgar di malam ulang tahunmu……”

Genesis terdiam.

“Aku memberitahu ibuku bahwa aku kerja sambilan untuk mencari uang guna mengajakmu makan di tempat yang layak.” Lanjut Angeal; “S-sebenarnya aku merencanakan membeli buket bunga untukmu, dan.. dan.. aku ingin menyampaikan sesuatu yang penting……”

Genesis menatap sahabatnya. Angeal masih menunduk dan meneruskan; “Tapi.. tapi rencanaku gagal, Genesis. Aku pulang terlambat hari ini sebab di jalan aku melihat seorang anak kecil yang sedang dipukuli penyamun dan aku menolong anak itu dulu…. Maafkan aku, Genesis, aku tidak bermaksud mengacaukan segalanya. Aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku tidak bermaksud merusak kegembiraanmu. Aku tidak bermaksud membuatmu menungguku… bahkan kau sampai datang sendiri ke rumahku…… Maaf.”

Tidak ada jawaban.

Dengan susah payah Angeal mengangkat wajahnya lagi untuk memandang sahabatnya yang terus menatapnya dalam diam seribu bahasa.

“Genesis..?” Bisik Angeal.

Selama beberapa detik Angeal yakin dirinya melihat ada genangan air mata di sepasang mata biru Genesis; membuat sepasang mata itu tampak berkaca-kaca dan indah. Tapi hal yang paling tidak diinginkan Angeal adalah membiarkan air mata tumpah dari sepasang mata biru yang sudah sangat dikenalnya itu. Dia tidak pernah ingin melihat sahabatnya tersayang menangis. Tanpa tertahankan dia mendekati sahabatnya itu lagi dan memeluknya.

Genesis membiarkan Angeal memeluknya selama sesaat, lalu kemudian dia tertawa; memecah keheningan. Dia mendorong bahu Angeal dan mundur lagi beberapa langkah untuk melepaskan dirinya dari pelukan Angeal.

“Dasar bodoh !” Tawa Genesis; “Kau memang bodoh !” Tapi tawa itu bukan tawa mengejek, bukan tawa menghina. Tawa itu penuh dengan rasa haru, geli, campur iba. “Huh ?!” Angeal menggaruk kepalanya yang tidak gatal; “Kau berani bilang aku bodoh, eh ?!” Angeal tahu Genesis hanya menggodanya.

Genesis menghabiskan tawanya, lalu kali ini giliran dia yang melangkah mendekati sahabatnya. Tangannya terulur membelai pipi Angeal. “Kau memang orang paling bodoh di dunia ini, Angeal.” Bisiknya dengan nada sayang; “Tapi aku tetap menyukaimu. Kau pikir dengan mengajakku makan malam di tempat mewah bisa menyenangkanku ?! Kau tahu sekali apa yang sebenarnya kuinginkan, Angeal !”

Angeal menatap wajah sahabatnya. Sepasang bola mata biru Genesis membalas tatapannya dengan penuh arti.

Ada dua hal yang paling diinginkan Genesis di dunia ini, dan Angeal tahu itu. Dua hal itu adalah Sephiroth, dan Angeal sendiri.

“T-tapi sebenarnya yang ingin kuberikan padamu di malam ultahmu bukan hanya membawamu makan di tempat mewah.” Bisik Angeal, tangannya menggenggam tangan Genesis yang sedang membelai pipinya; “Sebenarnya.. ada hal yang ingin sekali kukatakan padamu… aku berharap bisa mengatakannya bersama seikat bunga, tapi……”

“Aku tidak perlu bunga.” Jawab Genesis; “Katakan saja apa yang mau kau katakan.”

Lagi-lagi muka Angeal memerah. Dia tampak kikuk dan gelisah lagi, tapi kemudian dia memantapkan hatinya. Sudah lama dia merasakan ini, dan dia harus mengatakannya sekarang. Dan sudah lama juga diam-diam dia sadar bahwa Genesis merasakan hal yang sama, walaupun agaknya Genesis menunggu Angeal yang memulai duluan. Dan Angeal tidak ingin membiarkan Genesis menunggu lebih lama lagi.

Perlahan dia memberanikan diri mengulurkan tangannya ke dagu sahabatnya dan mengangkat dagu sahabatnya agar wajah itu menengadah menatapnya. Selama ini Angeal selalu bersikap sangat sopan. Meskipun Genesis sering menyentuh pipi Angeal dan membelai wajah Angeal, tidak sekali pun Angeal berani membelai wajah Genesis walaupun sebenarnya Angeal sangat ingin melakukannya.

Dua pasang mata bertemu dalam diam.

Sudah lama Genesis tahu perasaan Angeal. Sudah lama Genesis juga menyimpan rasa yang sama terhadap Angeal. Tapi Genesis pun sadar bahwa Angeal butuh waktu, dan selama ini dia bersabar memberi waktu bagi Angeal. Jantung Genesis berdebar keras; Akankah kali ini Angeal mundur lagi seperti biasa ? Akankah kali ini pikiran Angeal kembali lari pada “harga diri”, “norma-norma”, dan rendah diri akan “perbedaan status” yang selama ini mengurung Angeal dari keinginannya? Ataukah kali ini sahabatnya itu sudah cukup berani ? Genesis berharap kali ini mimpinya bisa menjadi kenyataan.

Keheningan mencekam mereka berdua. Dua pasang mata bertemu, penuh arti. Yang satu diam menunggu, sedangkan satunya……

Selama ini Angeal selalu berusaha bersikap sopan. Meskipun Genesis jelas-jelas sudah membuka diri, Angeal tetap bersikap sebagaimana layaknya sahabat atau adik. Harga dirinya membuatnya merasa tidak mungkin dia bisa menyukai seorang pria; secantik apa pun. Tapi dalam hati kecilnya Angeal pun menyadari bahwa sebenarnya yang mencegahnya untuk menyukai Genesis bukanlah “harga diri”, tapi malah “rendah diri” akan perbedaan status sosial mereka.

Sekarang ini, Angeal merasa dia harus memberanikan diri. Jika tidak, mungkin Genesis akan keburu lelah menanti. Persetan dengan segala norma-norma masyarakat ! Persetan dengan jenjang status di antara mereka berdua !

“Aku… menyukaimu.” Angeal berbisik. Pelan, tapi tegas. Akhirnya…..! Senyum menghiasi wajah Genesis.

Dan bersamaan itu Angeal mendekatkan wajahnya ke wajah Genesis dan mengecup bibir sahabatnya…… Tangannya membelai rambut merah sahabatnya itu dan dia merasakan bibir yang diciumnya memberi respon balasan yang penuh semangat.

Sekarang dia akan bisa meraba wajah itu, membelai rambut merah itu, mencium mata yang selama ini dijaganya agar jangan menangis, dan bahkan lebih dari itu…….

The End

Pengikut

free hit counter